Rabu, 16 September 2009

KAMANG HILIR: DARI PETANI JERUK KE PENGUSAHA PERABOT

KAMANG HILIR: DARI PETANI JERUK KE PENGUSAHA PERABOT
Oleh
Fakhri

Kamang Hilir merupakan sebuah nagari yang terletak di Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam. Suatu perubahan besar pernah terjadi di Kamang Hilir, yaitu ketika H. A. St. Samiak memperkenalkan budidaya tanaman jeruk atau lebih dikenal dengan sebutan limau oleh masyarakat setempat. Keberhasilan H. A. St. Samiak dalam melakukan budidaya tanaman jeruk menarik minat sebagian besar masyarakat Kamang Hilir lainnya, terutama ketika H. A. St. Samiak berhasil membuat rumah permanen untuk orang tuanya dari hasil bertani jeruk.
Sebagian besar penduduk Nagari Kamang Hilir mengharapkan hasil pertanian dapat memenuhi kebutuhan hidup. Masa dari tahun 1970 sampai dengan tahun 1985 merupakan masa jaya bagi tanaman jeruk di Nagari Kamang Hilir. Kepopuleran tanaman jeruk bahkan membuat para perantau yang tidak begitu beruntung di perantauannya kembali pulang ke kampung dan menjadi petani jeruk. Selain itu para pelaku industri perabot di Kamang Hilir juga banyak beralih ke tanaman jeruk, karena menurut mereka prospek tanaman jeruk lebih besar dari pada tetap menekuni industri meubel.
Mata pencaharian masyarakat Kamang Hilir berubah dari yang semula hanya menanam tanaman palawija untuk konsumsi pribadi atau dijual ke pasar-pasar tradisional menjadi bertani jeruk. Semenjak itu Nagari Kamang Hilir terkenal sebagai daerah penghasil jeruk berkualitas unggul, rasanya manis dan gurih, ciri khas jeruk yang berasal dari Nagari Kamang Hilir terutama adalah baunya yang harum. Jeruk asal Kamang Hilir terkenal dengan nama “jeruk kamang”. Pada masa jayanya jeruk kamang merambah sampai ke luar daerah seperti Medan, Palembang, dan Jakarta. Kepopuleran jeruk kamang ini terlihat dari banyaknya kunjungan yang datang ke Nagari Kamang Hilir seperti dari Aceh, Bengkulu, dan Pulau Jawa. Kunjungan tamu tidak hanya datang dari dalam negeri tetapi juga datang dari luar negeri misalnya dari Filipina, India, dan Bangladesh.
Sebelum dimulainya penanaman jeruk oleh H. Adnan St. Samiak, di Nagari Kamang Hilir banyak terdapat lahan kosong. Selain bertani sawah penduduk Kamang Hilir juga menanami ladang mereka dengan tanaman berumur muda seperti singkong, ubi, jagung, ataupun cabai. Melihat kondisi yang demikian maka muncullah keinginan dari salah seorang anak Nagari Kamang Hilir yang pernah menempuh pendidikan di Sekolah Pertanian Sukarami Solok. Anak nagari tersebut bernama Adnan yang kemudian setelah menikah bergelar St. Samiak. Pada tahun 1984 beliau menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci Mekkah sehingga di depan namanya ditambah gelar Haji, sehingga namanya kemudian menjadi Haji Adnan St. Samiak.
Keinginan ataupun ide untuk membudidayakan tanaman jeruk didapatkan H. A. St. Samiak dari kawannya Harison yang telah memulai menanam jeruk di kampung halamannya di Payakumbuh. Melalui kawannya ini H. A. St.Samiak belajar cara membudidayakan jeruk dari proses menyiapkan, pengolahan, hingga pada tahap akhir yakni memanen hasil tanaman jeruk. Untuk memulai usahanya, pada tahun 1962 H. A. St. Samiak memesan bibit jeruk ke Pasar Minggu Jakarta sebanyak 2.000 batang. Lahan yang disiapkan seluas 1 Ha yang hanya dapat menampung 400 batang bibit jeruk. Sisanya dibagikan kepada masyarakat luas secara gratis, akan tetapi tidak banyak masyarakat yang tertarik. Hanya beberapa orang yang tertarik dan mengambil beberapa bibit lainnya sehingga akhirnya tersisa 1.300 batang.
Pada tahun 1965 jeruk yang ditanam oleh H. A. St. Samiak telah bisa untuk dipanen. Hasil panen pertama tanaman jeruk boleh dikatakan gagal, penyebabnya ialah waktu pemanenan yang kurang tepat. H. A. St. Samiak memanen jeruknya ketika jeruk masih berwarna kuning dan buahnya masih keras, hal ini menandakan kalau jeruk yang dipanen oleh H. A. St. Samiak masih belum matang. Akibatnya jeruk kamang hanya dihargai Rp. 25,-/kg tidak mencapai setengah dari harga jeruk medan yang ketika itu dihargai Rp.75,-/kg.
Untuk panen berikutnya H. A. St. Samiak memutuskan untuk menunggu hingga buah jeruknya benar-benar matang. Pada 1966 H. A. St. Samiak kembali memanen jeruknya, untuk panen yang kedua ini H. A.t. Samiak mendapati buah jeruknya memiliki bentuk yang bagus (besar), bahkan lebih bagus dari jeruk medan, kulitnya tebal, dan tahan untuk disimpan. Hal ini membuat harga jeruk kamang meningkat dari Rp. 25,-/kg menjadi Rp. 85,-/kg. Para pedagang pun banyak yang beralih dengan membeli jeruk kamang. Dari hasil panen jeruknya ini, pada tahun 1968, H. A. St. Samiak berhasil membangun rumah permanen untuk orangtuanya.
Puncak dari kejayaan tanaman jeruk di Kamang ialah ketika H. A. St. Samiak menerima penghargaan dari Pemerintah Jakarta pada tanggal 5 Juni 1984 yang bertepatan dengan momen hari lingkungan hidup. Beliau menerima penghargaan Kalpataru sebagai Perinits Lingkungan Hidup. Hal ini secara tidak langsung telah mengharumkan nama Nagari Kamang Hilir. Di masa jaya tanaman jeruk, Nagari Kamang merupakan model bagi nagari-nagari lainnya di Sumatera Barat untuk pembudidayaan tanaman jeruk. H. A. St. Samiak sendiri pernah dibawa oleh Pemerintah Daerah ke Suliki dan Kabupaten Pesisir Selatan untuk memberikan penjelasan kepada petani setempat mengenai proses pembudidayaan tanaman jeruk.
Masa leemasan tanaman jeruk kamang berakhir ketika virus Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD) menyerang tanaman jeruk pada tahun 1985. Virus ini menyebabkan perekonomian masyarakat Kamang Hilir merosot drastis. Virus CVPD menyerang buah dan daun tanaman jeruk, tidak langsung menyerang keseluruhan batang melainkan menyerang per-ranting. Tanaman jeruk yang telah diserang oleh virus ini menyebabkan buahnya menjadi kecil-kecil dan keras, sedangkan daunnya kecil-kecil dan bewarna kuning.
Pertanian jeruk yang selama ini merupakan mata pencaharian utama bagi penduduk Kamang Hilir mendapat tantangan serius. Akibatnya banyak penduduk yang beralih profesi ke sektor industri, sebagian masih ada yang tetap bertahan di bidang pertanian, mereka kembali menanan tanaman lama misalnya ubi, kentang, cabai, pisang, dan jagung. Sektor industri bukan merupakan hal baru bagi masyarakat Kamang Hilir karena sebelum masa tanaman jeruk mereka telah menekuni industri meubel, terutama kaum laki-laki. Kepandaian dalam bertukang (istilah yang lebih dikenal oleh penduduk setempat untuk industri meubel) telah ada semenjak tahun 1930. Kepandaian dalam bertukang diperkenalkan oleh Inyiak Marah dan Inyiak Sati. Semula produksi hanya diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan pribadi mereka, kemudian kepandaian ini diajarkan kepada masyarakat yang ingin membuat perabot rumahtangga. Akhirnya keahlian bertukang pun menjadi berkembang luas di masyarakat.
Kepandaian bertukang perabot ini merupakan kepandaian yang telah mendarah daging bagi penduduk Nagari Kamang Hilir terutama yang laki-laki. Jadi tidaklah mengherankan jika industri ini menjadi pekerjaan akternatif bagi petani Kamang Hilir. Untuk memperoleh bahan baku tidaklah sulit bagi para tukang perabot. Bahan baku tersebut dapat diperoleh di beberapa daerah seperti dari Tarusan, Maninjau, Batusangkar, Malalak, Muarobungo, dan Sijunjuang. Bahkan ada yang dari luar Sumatera Barat seperti dari Provinsi Riau dan Jambi. Jenis kayu yang digunakan sebagai bahan baku ialah kayu surian, marantiah, dan bayua
Proses pemasaran hasil produksi meubel tidaklah susah, setidaknya bagi para tukang. Mereka cukup menjual hasil produksi mereka ke toko-toko yang juga dimiliki oleh orang Kamang Hilir. Toko-toko itu terletak mulanya di Pasar Jawi kemudian dipindahkan ke Pasar Banto Bukittinggi.
Selain menjual kepada pemilik toko di Bukittinggi, tukang-tukang ini juga menerima pesanan langsung ke bengkel mereka. Keuntungan dari pesanan ini ialah konsumen dapat menentukan sendiri seperti apa corak/mode hingga warna cat yang digunakan. Kekurangannya ialah pesanan mereka tidak langsung jadi, minimal untuk menyelesaikan satu buah lemari dibutuhkan waktu satu minggu. Akan tetapi, hasil yang diperoleh jauh lebih memuaskan karena berdasarkan pesanan.
Pada tahun 1997 proses produksi industri perabot sempat terganggu, akibat krisis ekonomi barang baku untuk produksi perabot melonjak mahal, namun sayangnya di lain pihak harga hasil produksi tetap. Kehidupan industri perabot mulai kembali mengeliat pada tahun 2000-an seiring dengan semakin membaiknya kondisi perekonomian negara, sehingga perlahan-lahan permintaan terhadap hasil industri ini mulai meningkat.
Pada tahun 2007 keadaan industri perabot di Kamang Hilir kembali terganggu, penyebab utamanya ialah kesulitan dalam memperoleh bahan baku untuk industri. Seriusnya pemerintah dalam memberantas illegal loging dan diperketatnya perizinan untuk menebang kayu telah menyebabkan kayu-kayu yang biasanya digunakan sebagai bahan baku untuk industri meubel di Kamang Hilir semakin sulit untuk didapatkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar